Tuesday, 15 March 2011

Al Qur’an Bukan Makhluk

Oleh :Ustadz Ahmas Faiz bin Asifuddin

Al Qur’an Kalam Allah (Perkataan Allah), Bukan Makhluk
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan dalam kitab al ‘Aqidah al Wasithiyah:
Termasuk beriman kepada Allah dan kepada kitab-kitab Allah ialah, beriman bahwa alQur’an Kalam Allah yang diturunkan dan bukan makhluk. Dari Allah al Qur’an bermula dan kepada-Nya ia akan kembali. Dan sesungguhnya, Allah berbicara dengan al Qur’an ini secara hakiki. Sesungguhnya al Qur’an yang telah Allah turunkan kepada Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam ini adalah perkataan Allah yang sebenarnya, bukan perkataan selain-Nya. Tidak boleh melepaskan kata-kata bahwa al Qur’an adalah hikayat dari kalam Allah atau ungkapan tentang kalam Allah. Bahkan apabila manusia membacanya atau menuliskannya dalam mushaf-mushaf, dengan itu al Qur’an tetap tidak keluar dari keadaannya sebagai kalam Allah yang sebenarnya.
Sesungguhnya suatu perkataan hanya akan disandarkan secara hakiki kepada yang pertama kali mengatakannya, dan tidak disandarkan kepada orang yang mengatakannya sebagai penyampai. Al Qur’an adalah kalam Allah; baik huruf-hurufnya maupun makna-maknanya. Kalam Allah bukan hanya huruf-huruf saja tanpa makna, dan bukan pula makna-makna saja tanpa huruf. (Lihat Syarh al ‘Aqidah al Wasithiyah, Syaikh Shalih bin Fauzan al Fauzan).
Senada dengan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah, yaitu perkataan Imam Thahawi rahimahullah. Beliau berkata:
Sesungguhnya al Qur’an adalah kalam Allah, dari-Nya ia muncul sebagai perkataan, tanpa boleh dipertanyakan kaifiyah (bentuk)nya. Allah telah turunkannya kepada Rasul-Nya sebagai wahyu. Kaum Mukminin mempercayai al Qur’an benar-benar demikian keadaannya, dan mereka meyakini bahwa al Qur’an kalam Allah yang sebenarnya; ia bukan makhluk seperti perkataan manusia. Maka barangsiapa yang mendengar al Qur’an, lalu ia beranggapan bahwa al Qur’an adalah perkataan manusia, maka ia kafir; Allah mencelanya, mencacatnya dan mengancamnya dengan Neraka Saqar, karena Allah Ta’ala berfirman:
ayat16.jpg
(Orang kafir itu berkata):”Al Qur’an ini tidak lain hanyalah perkataan manusia”.(QS. al Muddatstsir:25)
Kita memahami dan kita meyakini bahwa, al Qur’an itu adalah perkataan Pencipta manusia, tidak serupa dengan perkataan manusia. (Lihat Syarh al ‘Aqidah ath Thahawiyah, Imam Ibnu Abi al Izz al Hanafi;Tahqiq wa Muraja’ah: Jama’ah minal Ulama; Takhrij:Syaikh al Albani).
Pensyarah kitab al ‘Aqidah ath Thahawiyah, yaitu Imam Ibnu Abi al Izz al Hanafi rahimahullah, terhadap apa yang dikatakan Imam Thahawi rahimahullah, ia mengatakan: “Ini merupakan kaidah dan pokok yang mulia dan agung di antara pokok-pokok agama. Banyak kelompok manusia yang tersesat dalam masalah ini. Apa yang dikatakan oleh Imam Thahawi ini merupakan kebenaran yang telah dibuktikan oleh dalil-dalil al Qur’an dan as Sunnah bagi siapa saja yang merenungkannya. Juga telah disaksikan oleh fitrah-fitrah sehat, fitrah yang belum mengalami perubahan akibat syubhat-syubhat, keragu-raguan dan pendapat-pendapat batil.” (Lihat Syarh al ‘Aqidah ath Thahawiyah, Imam Ibnu Abi al Izz al Hanafi;Tahqiq wa Muraja’ah: Jama’ah minal Ulama; Takhrij:Syaikh al Albani).Demikianlah madzhab Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
Pandangan Kelompok Ahli Bid’ah Tentang Al Qur’an dan Kalam Allah
Di bawah ini pemaparan Syaikh Shalih al Fauzan hafidhahullah secara garis besar (diterjemahkan secara rinngkas dan bebas, Pen) tentang beberapa perkataan kelompok ahli bid’ah mengenai al Qur’an dan kalam Allah. Beliau menyebutkan sebagai berikut. (Lihat Syarh al ‘Aqidah al Wasithiyah, Syaikh Shalih bin Fauzan al Fauzan, hlm 136-139).
Pertama. Perkataan Jahmiyah
Mereka mengatakan, bahwa Allah tidak berbicara, tetapi Allah menciptakan perkataan pada diri selain-Nya dan menjadikan yang selain-Nya itu menjadi pengungkap perkataan Allah. Disebutkan suatu perkataan sebagai perkataan Allah-menurut mereka-adalah majaz (kiasan), bukan hakiki, sebab Allah lah yang telah menciptakan perkataan itu, sehingga Dia disebut sebagai Yang berkata, karena Dialah pencipta perkataan itu pada diri selain-Nya.
Perkataan Jahmiyah ini batil, bertentangan dengan dalil-dalil sam’i (al Qur’an dan as Sunnah) maupun dalil-dalil akal. Juga bertentangan dengan perkataan para salaf dan imam-imam kaum Muslimin. Karena sesungguhnya tidaklah masuk akal seseorang disebut sebagai orang yang berkata, kecuali jika perkataan itu benar-benar ada pada dirinya. Bagaimana mungkin Allah disebut telah berkata, padahal yang berkata adalah selain Allah? Bagaimana mungkin disebut perkataan Allah, padahal ia adalah perkataan selain-Nya?
Perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah di atas, bahwa “dari Allah al Qur’an bermula dan kepada-Nya ia kembali. Dan sesungguhnya Allah berbicara dengan al Qur’an ini secara hakiki. Sesungguhnya al Qur’an yang telah Allah turunkan kepada Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam ini adalah perkataan Allah yang sebenarnya, bukan perkataan selain-Nya”.
Maksud Syaikhul Islam dengan perkataan ini adalah, untuk membantah oarng-orang Jahmiyah yang mengatakan bahwa al Qur’an bermula dari selain Allah, dan bahwa Allah tidak berbicara dengan al Qur’an itu secara hakiki, tetapi majaz. Al Qur’an (menurut mereka) adalah perkataan selain Allah yang disandarkan sebagai perkataan Allah karena Dialah Penciptanya.
Kedua. Perkataan Kullabiyah, para pengikut ‘Abdullah bin Sa’id bin Kullab
Mereka beranggapan bahwa al Qur’an merupakan hikayat dari kalam Allah. Karena kalam Allah menurut mereka adalah ma’na yang ada pada Dzat Allah yang senantiasa tetap pada-Nya, sebagaimana tetapnya sifat hidup dan sifat ilmu pada Dzat Allah. Tidak berkaitan dengan kehendak dan iradah Allah. Makna yang ada pada Dzat Allah ini bukan makhluk. Tetapi lafadz-lafadz yang keluar yang terdiri dari huruf dan suara adalah makhluk. Lafadz-lafadz ini merupakan hikayat dari kalam Allah, dan bukan kalam Allah itu sendiri.
Ketiga. Perkataan kaum Asy’ariyah, orang-orang yang mengaku pengikut Imam Abu al Hasan al Asy’ari rahimahullah
Mereka mengatakan bahwa al Qur’an adalah ungkapan tentang kalam Allah. Sebab kalam Allah menurut mereka adalah: Ma’na yang ada pada dzat Allah. Ma’na ini bukan makhluk. Adapun lafadz-lafadz yang dibaca, merupakan ungkapan tentang makna yang ada pada Dzat Allah. Lafadz-lafadz ini adalah makhluk. Ia merupakan ungkapan dari kalam Allah dan tidak dikatakan hikayat dari kalam Allah.
Sebagian ulama mengatakan, perselisihan pendapat antara Asy’ariyah dengan Kullabiyah hanyalah perselisihan secara redaksional saja. Sebenarnya tidak ada perselisihan di dalamnya. Sebab, baik Asy’ariyah maupun Kullabiyah sama-sama mengatakan bahwa al Qur’an terdiri dari dua macam. Yaitu, terdiri dari lafadz dan makna. Lafadznya adalah makhluk, yakni lafadz-lafadz yang ada dan dibaca ini. Sedangkan maknanya bersifat qadim (sejak dahulu); ia ada pada Dzat Allah. Ia merupakan makna yang satu, tidak dapat terbagi-bagi dan tidak dapat berbilang. Ini bukan makhluk.
Inti perkataan Asy’ariyah dan perkataan Kullabiyah, andaikata tidak dapat dikatakan sama, maka paling tidak saling berdekatan.
Kedua pendapat ini sama-sama batil. Sebab al Qur’an tidak dapat dikatakan hikayat dari kalam Allah seperti perkataan Kullabiyah, dan tidak dapat pula dikatakan ungkapan dari kalam Allah seperti perkataan Asy’ariyah. Bahkan al Qur’an adalah kalam Allah itu sendiri, baik lafadz maupun maknanya, dimanapun didapatkan, baik di hafal dalam dada-dada manusia maupun ditulis dalam mushaf-mushaf. Al Qur’an tetap merupakan kalam Allah yang sebenarnya, bukan makhluk.
Keempat. Perkataan Mu’tazilah
Mereka mengatakan bahwa, kalam Allah hanyalah huruf tanpa makna. Menurut mereka, apa yang disebut perkataan atau kalam, ketika dinyatakan secara mutlak hanyalah nama bagi suatu lafadz saja. Sedangkan makna bukan merupakan bagian dari apa yang disebut kalam. Makna hanyalah sesuatu yang ditunjukkan oleh apa yang disebut kalam.
Pendapat Mu’tazilah ini merupakan kebalikan dari pendapat Asy’ariyah dan Kullabiyah yang mengatakan, bahwa kalam Allah adalah makna saja tanpa huruf. Demikian secara ringkas pemaparan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.
KESIMPULAN
Semua pernyataan kelompok di atas adalah batil. Yang benar ialah pernyataan Ahlus Sunnah sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan Imam Thahawi di atas. Salah satu dalilnya, ialah seperti yang dikemukakan oleh Syaikh Shalih al Fauzan, yaitu firman Allah:
ayat26.jpg

Dan jika seseorang dari orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar kalam Allah.” (QS. at Taubah:6)
Maksud mendengar pada ayat ini, yaitu mendengar melalui bacan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam yang kedudukannya sebagai penyampai. Sedangkan bacaan al Qur’an dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam yang didengar itu tetap disebut kalam Allah. Maka hal ini membuktikan bahwa perkataan hanyalah dinisbatkan kepada yang mengucapkannya pertama kali sejak semula mengatakannya. Bukan dinisbatkan kepada penyampainya. (Lihat Syarh al ‘Aqidah al Wasithiyah, Syaikh Shalih bin Fauzan al Fauzan, hlm 138).
Imam Syafi’i rahimahullah juga mengatakan bahwa al Qur’an adalah kalam Allah, bukan makhluk. Dan barangsiapa yang mengatakan al Qur’an makhluk, maka ia kafir. Imam Ahmad bin Hanbal pun mengatakan hal sama dalam Ushulus Sunnah.(Lihat catatan kaki dari kitab Ushulus Sunnah, Imam Ahmad dari riwayat ‘Abdus bin Malik al Aththar, Syarh dan Ta’liq: al Walid bin Muhammad Nabih bin Saif an Nashr. Taqdim dan Ta’liq:Syaikh Muhammad bin ‘Id al Abbasi).
Demikianlah madzhab Ahlus Sunnah tentang al Qur’an dan tentang kalam Allah. Wallahu Waliyyut Taufiq.

Di Kutip dari Majalah As Sunnah Edisi 03/Tahun XI/1428H/2007M

No comments:

Post a Comment

Your comments here